Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia
sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya
dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan
dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan
hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat
bayinya dengan baik.
Bidan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam asuhan yang mandiri,
kolaborasi dan melakukan rujukan yang tepat. Oleh karena itu bidan dituntut
untuk mampu mendeteksi dini tanda dan gejala komplikasi kehamilan, memberikan
pertolongan kegawatdaruratan kebidanan dan prenatal dan merujuk kasus.
Praktik kebidanan telah mengalami perluasan peran dan fungsi dari focus
terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, serta anak balita
bergeser kepada upaya mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat yang dinamis
yaitu menuju kepada pelayanan kesehatan reproduksi sejak konsepsi hingga usia
lanjut, meliputi konseling pra konsepsi, persalinan, pelayanan ginekologis,
kontrasepsi, asuhan pre dan post menopause, sehingga hal ini merupakan suatu
tantangan bagi bidan.
Berdasarkan penjelasan
di atas, penyusun akan menjabarkan pembahasan tentang “Refleksi Praktik
dalam Pelayanan Kebidanan.”
Pengertian Reflective Practice secara umum
Reflective Practice adalah kemampuan untuk mencerminkan pada
tindakan sehingga untuk terlibat dalam proses pembelajaran yang berkelanjutan,
yang menurut pencetus istilah, adalah salah satu karakteristik mendefinisikan
praktek profesional. Refleksi juga dapat diartikan sebagai suatu
tindakan atau kegiatan untuk mengetahui serta memahami apa yang terjadi
sebelumnya, belum terjadi, dihasilkan apa yang belum dihasilkan, atau apa yang
belum tuntas dari suatu upaya atau tindakan yang telah dilakukan. (Tahir, 2011:
93). Istilah refleksi di sini dipahami dalam pengertian khas, yaitu suatu upaya
menyimak dengan penuh perhatian terhadap bahan studi tertentu, pengalaman,
ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan untuk mengerti pentingnya pemahaman
mendalam sampai pada makna dan konsekuensinya.
Refleksi
praktik dalam pelayanan kebidanan dimaksudkan sebagai bentuk pedoman/acuan yang
merupakan kerangka kerja seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan,
dipengaruhi oleh filosofi yang dianut bidan (filosofi asuhan kebidanan)
meliputi unsur-unsur yang terdapat dalam paradigma kesehatan (manusia-perilaku,
lingkungan & pelayanan kesehatan). Dalam praktek kebidanan, pemberian
asuhan kebidanan yang berkualitas sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan
ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik sesama rekan sejawat
ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan juga ditentukan oleh ketrampilan bidan untuk berkomunikasi secara
efektif dan melakukan konseling yang baik kepada klien.
Bidan
merupakan ujung tombak memberikan pelayanan yang berkuliatas dan sebagai tenaga
kesehatan yang professional, bekerja sebagai mitra masyarakat, khususnya
keluarga sebagai unit terkecilnya, yang berarti bidan memiliki posisi strategis
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik komprehensif
(berkesinambungan, terpadu, dan paripurna), yang mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya mencapai terwujudnya paradigma
sehat. Jadi seorang bidan dituntut untuk menjadi individu yang professional dan
handal memberikan pelayanan yang berkualitas karena konsep kerjanya berhubungan
dengan nyawa manusia.
a. Praktik Kebidanan adalah
implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada
perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan.
Selain itu diartikan juga sebagai serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai
dengan kewenangan dan kemampuannya.
b. Kebidanan
adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang mempersiapkan
kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan
pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita,
fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada
perempuan, keluarga dan komunitasnya.
c. Manajemen Asuhan
Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam
menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan
data, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
d. Asuhan
kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan
sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan.
e. Pelayanan
kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara
mandiri, kolaborasi atau rujukan.
Pelayanan
praktik kebidanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan rumah
sakit. Oleh karena itu, tenaga bidan bertanggung jawab memberikan pelayanan
kebidanan yang optimal dalam meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan
kebidanan yang diberikan selama 24 jam secara berkesinambungan. Bidan harus
memiliki keterampilan professional, ataupun global. Agar bidan dapat
menjalankan peran fungsinya dengan baik, maka perlu adanya pendekatan sosial
budaya yang dapat menjembatani pelayanannya kepada pasien.
Program pelayanan kebidanan yang
optimal dapat dicapai dengan adanya tenaga bidan yang professional dan dapat
diandalkan dalam memberikan pelayanan kebidanannya berdasarkan kaidah-kaidah
profesi yang telah ditentukan,seperti memiliki berbagai pengetahuan yang luas
mengenai kebidanan, dan diterapkan oleh para bidan dalam melakukan pendekatan
asuhan kebidanan kepada masyarakat.
Bidan
dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi, melalui pendekatan
sosial dan budaya yang akurat. Terdapat beberapa bentuk pendekatan yang dapat
digunakan atau diterapkan oleh para bidan dalam melakukan pendekatan asuhan
kebidanan kepada masyarakat misalnya paguyuban, kesenian tradisional, agama dan
sistem banjar. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat
dalam menerima, bahwa pelayanan atau informasi yang diberikan oleh petugas,
bukanlah sesuatu yang tabu tetapi sesuatu hal yang nyata atau benar adanya.
Dalam
memberikan pelayanan kebidanan, seorang bidan lebih bersifat :
1.
Promotif, bidan yang bersifat promotif berarti bidan
berupaya menyebarluaskan informasi melalui berbagai media. Metode penyampaian, alat bantu, sasaran, media, waktu
ideal, frekuensi, pelaksana dan bahasa serta keterlibatan instansi terkait
maupun informal leader tidaklah sama di setiap daerah, bergantung kepada
dinamika di masyarakat dan kejelian kita untuk menyiasatinya agar informasi
kesehatan bisa diterima dengan benar dan selamat. Penting untuk diingat bahwa
upaya promotif tidak selalu menggunakan dana negara, adakalnya diperlukan
adakalanya tidak. Selain itu, penyebaran informasi hendaknya dilakukan secara berkesinambungan
dengan memanfaatkan media yang ada dan sedapat mungkin dikembangkan agar
menarik dan mudah dicerna. Materi yang disampaikan seyogyanya selalu diupdate
seiring dengan perkembangan ilmu kesehatan terkini.
2.
Preventif berarti bidan berupaya pencegahan semisal
imunisasi, penimbangan balita di Posyandu dll. Kadang ada sekelompok masyarakat
yang meyakini bahwa bayi berusia kurang dari 35 hari (jawa: selapan) tidak
boleh dibawa keluar rumah.
3.
Kuratif berarti bidan tidak dikehendaki untuk
mengobati penyakit terutama penyakit berat.
4.
Rehabilitatif berarti bidan melakukan upaya pemulihan
kesehatan, terutama bagi pasien yang memerlukan perawatan atau pengobatan
jangka panjang.